Di Sidang Kasus Suap Meikarta, Sekda Jabar Berkali-kali Bantah Terima Uang Rp 1 M |
Sidang dugaan suap Izin Meikarta kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Senin (28/1). Sekda Jabar, Iwa Karniwa yang hadir sebagai saksi ditanya terkait dugaan penerimaan uang Rp 1 miliar terkait rekomendasi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dari proyek yang dibangun di Kabupaten Bekasi itu.
Iwa dihadirkan sebagai saksi setelah dalam persidangan sebelumnya disebutkan ada aliran uang suap masuk ke kantong pejabat Pemerintah Pemrov Jabar.
Dalam kesaksiannya, Iwa membenarkan bahwa dirinya pernah menggelar pertemuan dengan pihak Pemkab Bekasi, yakni Henry Lincoln, Sulaiman (Anggota DPRD Bekasi Fraksi PDIP) dan Waras Wasisto (Anggota DPRD Jabar Fraksi PDIP).
"Saat itu saya istirahat di rest area KM 72, setelah pulang dari rapat urusan dinas di pusat ( Jakarta). Lalu, Pak Waras menelpon minta ketemu. Saya enggak tahu ada urusan apa," kata Iwa.
Setelah diberitahu bahwa dirinya sedang tak di kantor, Waras pun menghampirinya bersama Sulaeman dan Henry Lincoln. Namun, Iwa mengaku tidak mengenal Sulaeman dan Henry.
Jaksa dari KPK, Yadyn menanyakan terkait materi pertemuan di antara mereka sekaligus dugaan adanya permintaan uang. Iwa menjawab mereka ingin menanyakan soal beragam teknis, diantaranya tentang Raperdan dan RDTR proyek Meikarta. Karena merasa tidak ada kewenangan, Iwa meminta pembahasan itu dilakukan di ruang kerjanya di Gedung Sate.
"Saya bilang, kalau untuk masalah ini datang saja ke kantor, nanti kita bahas di kantor. Tidak ada itu (permintaan uang). (Saat dihubungi Waras untuk bertemu) tidak ada pembahasan sebelumnya. Saya tidak tahu (dalam pertemuan di rest area akan dibahas soal teknis Meikarta)," terangnya.
Iwa lantas menjelaskan selang beberapa waktu setelahnya ada pertemuan lanjutan di kantornya. Dia mengaku memberikan petunjuk permintaan rekomendasi bukan kewenangannya, tapi bisa diajukan kepada BKPRD.
"Saya tidak tahu karena ini terlalu teknis. Saya kasih tahu, silakan saja diteruskan ke Sekretaris BKPRD," terangnya.
"Saya hanya menginformasikan bahwa pengurusan raperda ini ke Gubernur dan BKPRD, langsung saja secara teknis ke Sekretaris BKPRD," lanjutnya.
Setelah pertemuan itu, dia menyampaikan kepada Waras tidak bisa membantu karena tak punya kewenangan di BKPRD. "Saya bilang saya enggak bisa bantu karena saya bukan ketua BKPRD," jelasnya.
Dalam beberapa pertanyaan hakim dan jaksa terkait uang Rp 1 miliar, Iwa berkali-kali menyanggahnya. Dia menegaskan tidak pernah meminta atau pun menerima uang atau bantuan dalam bentuk apapun.
Diberitakan sebelumnya, perizinan Proyek Meikarta yang disebut masuk ke pihak Pemprov Jabar tidak terlepas dari peran anggota DPRD Fraksi PDIP, Waras Wasisto. Ia meminta kepada pihak Pemkab Bekasi untuk menyediakan uang tersebut dengan membawa nama Sekda Jabar, Iwa Karniwa.
Hal itu diungkapkan oleh Henry Lincoln dalam sidang lanjutan kasus suap Meikartayang digelar di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LL. RE Martadinata, Kota Bandung, Senin (21/1).
Henry sendiri saat itu menjabat sebagai sekdis PUPR Pemkab Bekasi (sekarang menjabat Sekdisparbud Pora). Dalam sidang, ia hadir sebagai untuk terdakwa dari pengembang Meikarta Fitradjadja Purnama, Taryudi dan Henry Jasmen.
Ia menjelaskan bahwa perannya itu membantu rekannya di Pemkab Bekasi, yakni Kabid Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi dalam pengurusan izin Meikarta. Pasalnya, proses RDTR tidak kunjung ada progres. Sementara Neneg Rahmi diminta Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin untuk segera merampungkan RDTR tersebut.
Henry Lincoln yang mempunyai jaringan ke pihak Pemprov Jabar melalui Sulaiman (Anggota DPRD Bekasi Fraksi PDIP) dan Waras Wasisto (Anggota DPRD Jabar Fraksi PDIP).
Akhirnya, Sulaiman, Waras Wasisto, Henry Lincoln dan Iwa Karniwa melakukan pertemuan di rest Area KM 72 Tol Purbaleunyi. Neneng Rahmi pun hadir, namun tidak mengikuti pertemuan tersebut.
Dalam pertemuan itu, Henry menyebut tidak ada pembahasan mengenai permintaan uang Rp 1 Miliar untuk percepatan proses RDTR. Namun, Waras menyampaikan kepada Lincoln bahwa Iwa sedang mengikuti proses sebagai bakal calon Gubernur melalui PDIP.
"Pa waras menyampaikan beliau (Iwa Karniwa) ikut dalam bakal calon gubernur Jabar. Setelah pertemuan, Pak Waras minta (uang Rp 1 miliar)," katanya.
Setelah pertemuan itu, Lincoln dua kali bertemua dengan Iwa Karniwa di ruang kerjanya. Namun di dua pertemuan itu, Iwa tidak menanyakan uang yang diminta oleh Waras Wasisto.
"Pertemuan kedua di ruang kerja beliau (Iwa Karniwa). kalau tanggal dan waktu saya lupa, mungkin ada seminggu dua minggu setelah pertemuan di km 72, mungkin sekitar juli," terangnya.
Jaksa KPK dalam sidang menanyakan apa yang dibahas dalam peryemuan kedua dan ketiga. Henry menjawab bahwa Iwa meminta penjelasan tentang penyampaian draft Raperda RDTR yang substansinya akan dibahas di BKPRD.
"Pertemuan ketiga di januari 2018 di dilakukan di ruang kerja Iwa. Karena sampai dengan Januari persetujuannya belum turun juga, jadi kami dengan Bu Neneng menanyakan sejauh mana bantuan yang sudah diberikan oleh Pak Sekda provinsi terhadap persetujuan," ucapnya.
Sedangkan uang Rp 1 miliar yang dibahas pada pertemuan pertama diberikan melalui Sulaiman sebesar Rp 900 juta melalui Sulaiman pada Desember 2017. Dari Sulaiman, uang diberikan kepada Waras Wasisto.
"Waktu itu sedang kebetulan kami ada basecamp di dekat Bahana (di Bekasi). Uang diserahkan oleh bu Neneng dan kemudian saya minta staf saya untuk menyerahkan ke Sulaiman di grand wisata, di Bekasi,
Iwa dihadirkan sebagai saksi setelah dalam persidangan sebelumnya disebutkan ada aliran uang suap masuk ke kantong pejabat Pemerintah Pemrov Jabar.
Dalam kesaksiannya, Iwa membenarkan bahwa dirinya pernah menggelar pertemuan dengan pihak Pemkab Bekasi, yakni Henry Lincoln, Sulaiman (Anggota DPRD Bekasi Fraksi PDIP) dan Waras Wasisto (Anggota DPRD Jabar Fraksi PDIP).
"Saat itu saya istirahat di rest area KM 72, setelah pulang dari rapat urusan dinas di pusat ( Jakarta). Lalu, Pak Waras menelpon minta ketemu. Saya enggak tahu ada urusan apa," kata Iwa.
Setelah diberitahu bahwa dirinya sedang tak di kantor, Waras pun menghampirinya bersama Sulaeman dan Henry Lincoln. Namun, Iwa mengaku tidak mengenal Sulaeman dan Henry.
Jaksa dari KPK, Yadyn menanyakan terkait materi pertemuan di antara mereka sekaligus dugaan adanya permintaan uang. Iwa menjawab mereka ingin menanyakan soal beragam teknis, diantaranya tentang Raperdan dan RDTR proyek Meikarta. Karena merasa tidak ada kewenangan, Iwa meminta pembahasan itu dilakukan di ruang kerjanya di Gedung Sate.
"Saya bilang, kalau untuk masalah ini datang saja ke kantor, nanti kita bahas di kantor. Tidak ada itu (permintaan uang). (Saat dihubungi Waras untuk bertemu) tidak ada pembahasan sebelumnya. Saya tidak tahu (dalam pertemuan di rest area akan dibahas soal teknis Meikarta)," terangnya.
Iwa lantas menjelaskan selang beberapa waktu setelahnya ada pertemuan lanjutan di kantornya. Dia mengaku memberikan petunjuk permintaan rekomendasi bukan kewenangannya, tapi bisa diajukan kepada BKPRD.
"Saya tidak tahu karena ini terlalu teknis. Saya kasih tahu, silakan saja diteruskan ke Sekretaris BKPRD," terangnya.
"Saya hanya menginformasikan bahwa pengurusan raperda ini ke Gubernur dan BKPRD, langsung saja secara teknis ke Sekretaris BKPRD," lanjutnya.
Setelah pertemuan itu, dia menyampaikan kepada Waras tidak bisa membantu karena tak punya kewenangan di BKPRD. "Saya bilang saya enggak bisa bantu karena saya bukan ketua BKPRD," jelasnya.
Dalam beberapa pertanyaan hakim dan jaksa terkait uang Rp 1 miliar, Iwa berkali-kali menyanggahnya. Dia menegaskan tidak pernah meminta atau pun menerima uang atau bantuan dalam bentuk apapun.
Diberitakan sebelumnya, perizinan Proyek Meikarta yang disebut masuk ke pihak Pemprov Jabar tidak terlepas dari peran anggota DPRD Fraksi PDIP, Waras Wasisto. Ia meminta kepada pihak Pemkab Bekasi untuk menyediakan uang tersebut dengan membawa nama Sekda Jabar, Iwa Karniwa.
Hal itu diungkapkan oleh Henry Lincoln dalam sidang lanjutan kasus suap Meikartayang digelar di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LL. RE Martadinata, Kota Bandung, Senin (21/1).
Henry sendiri saat itu menjabat sebagai sekdis PUPR Pemkab Bekasi (sekarang menjabat Sekdisparbud Pora). Dalam sidang, ia hadir sebagai untuk terdakwa dari pengembang Meikarta Fitradjadja Purnama, Taryudi dan Henry Jasmen.
Ia menjelaskan bahwa perannya itu membantu rekannya di Pemkab Bekasi, yakni Kabid Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi dalam pengurusan izin Meikarta. Pasalnya, proses RDTR tidak kunjung ada progres. Sementara Neneg Rahmi diminta Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin untuk segera merampungkan RDTR tersebut.
Henry Lincoln yang mempunyai jaringan ke pihak Pemprov Jabar melalui Sulaiman (Anggota DPRD Bekasi Fraksi PDIP) dan Waras Wasisto (Anggota DPRD Jabar Fraksi PDIP).
Akhirnya, Sulaiman, Waras Wasisto, Henry Lincoln dan Iwa Karniwa melakukan pertemuan di rest Area KM 72 Tol Purbaleunyi. Neneng Rahmi pun hadir, namun tidak mengikuti pertemuan tersebut.
Dalam pertemuan itu, Henry menyebut tidak ada pembahasan mengenai permintaan uang Rp 1 Miliar untuk percepatan proses RDTR. Namun, Waras menyampaikan kepada Lincoln bahwa Iwa sedang mengikuti proses sebagai bakal calon Gubernur melalui PDIP.
"Pa waras menyampaikan beliau (Iwa Karniwa) ikut dalam bakal calon gubernur Jabar. Setelah pertemuan, Pak Waras minta (uang Rp 1 miliar)," katanya.
Setelah pertemuan itu, Lincoln dua kali bertemua dengan Iwa Karniwa di ruang kerjanya. Namun di dua pertemuan itu, Iwa tidak menanyakan uang yang diminta oleh Waras Wasisto.
"Pertemuan kedua di ruang kerja beliau (Iwa Karniwa). kalau tanggal dan waktu saya lupa, mungkin ada seminggu dua minggu setelah pertemuan di km 72, mungkin sekitar juli," terangnya.
Jaksa KPK dalam sidang menanyakan apa yang dibahas dalam peryemuan kedua dan ketiga. Henry menjawab bahwa Iwa meminta penjelasan tentang penyampaian draft Raperda RDTR yang substansinya akan dibahas di BKPRD.
"Pertemuan ketiga di januari 2018 di dilakukan di ruang kerja Iwa. Karena sampai dengan Januari persetujuannya belum turun juga, jadi kami dengan Bu Neneng menanyakan sejauh mana bantuan yang sudah diberikan oleh Pak Sekda provinsi terhadap persetujuan," ucapnya.
Sedangkan uang Rp 1 miliar yang dibahas pada pertemuan pertama diberikan melalui Sulaiman sebesar Rp 900 juta melalui Sulaiman pada Desember 2017. Dari Sulaiman, uang diberikan kepada Waras Wasisto.
"Waktu itu sedang kebetulan kami ada basecamp di dekat Bahana (di Bekasi). Uang diserahkan oleh bu Neneng dan kemudian saya minta staf saya untuk menyerahkan ke Sulaiman di grand wisata, di Bekasi,
DAFTAR SITUS JUDI POKER | JUDI BOLA | JUDI POKER | AGEN POKER ONLINE | BANDAR POKER ONLINE | REVIEW JUDI ONLINE | AGEN SBOBET | AGEN MAXBET | BANDAR BOLA ONLINE | JUDI BOLA ONLINE | INFO JUDI ONLINE | INFORMASI JUDI | BERITA BOLA | JADWAL PERTANDINGAN BOLA | TARUHAN ONLINE
Demikianlah Artikel Di Sidang Kasus Suap Meikarta, Sekda Jabar Berkali-kali Bantah Terima Uang Rp 1 M
Sekian Di Sidang Kasus Suap Meikarta, Sekda Jabar Berkali-kali Bantah Terima Uang Rp 1 M, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian postingan kali ini.
Anda sedang membaca artikel Di Sidang Kasus Suap Meikarta, Sekda Jabar Berkali-kali Bantah Terima Uang Rp 1 M dan artikel ini url permalinknya adalah https://onlineberita24.blogspot.com/2019/01/di-sidang-kasus-suap-meikarta-sekda.html Semoga artikel ini bisa bermanfaat.