Jokowi dan Mahathir Mohammad Surati Uni Eropa Terkait Sawit |
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad melayangkan surat ke Komisi Uni Eropa yang menyatakan keberatan pemimpin kedua negara atas ide larangan penggunaan komoditas sawit sebagai bahan bakar ramah lingkungan."Surat dikirim semalam (Minggu (7/4))," ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dalam diskusi Coffee Morning dengan media di kantornya, Senin (8/4).
Sebelumnya, larangan penggunaan minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar ramah lingkungan tertuang dalam rencana kebijakan Delegated Regulation Supplementing Directive of The EU Renewable Energy Directive II (RED II). Dalam rancangan kebijakan tersebut, kelapa sawit dianggap berkontribusi terhadap deforestasi. Luhut mengungkapkan pemerintah tidak ingin ditekan oleh negara lain. Karenanya akan mempertimbangkan segala opsi untuk membatalkan rencana Uni Eropa tersebut. "Terkait keberatan tersebut, dari kacamata kami, (larangan) itu menyangkut nasib dari sekitar 20 juta petani di baik langsung maupun tidak langsung," jelasnya.
Sebagai langkah lanjutan, pemerintah siap membawa isu larangan ini ke pengadilan Uni Eropa (European Court) sebelum menggugat ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) jika rencana larangan tersebut terealisasi. "Kalau ke WTO kan prosesnya bisa bertahun-tahun," katanya.
Selain itu, Indonesia juga bisa saja keluar dari Kesepakatan Iklim Paris jika minyak kelapa sawit Indonesia terus ditekan. Pemerintah bisa mempertimbangkan seberapa besar manfaat pengurangan karbon yang diterima dibandingkan dengan dampak kepada jutaan petani sawit jika aturan RED II dilaksanakan.
Amerika Serikat (AS) saja bisa (keluar) kok, Brazil bisa (keluar), kenapa kita (Indonesia) tidak bisa (keluar)?" tegas Luhut.
Lebih lanjut ia meminta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) khususnya yang terkait lingkungan terpanggil dengan tidak terus-menerus menyudutkan kelapa sawit dengan isu lingkungan. Ia meminta, LSM juga mempertimbangkan nasib jutaan petani dan pekerja yang bergantung pada industri kelapa sawit dan turunannya.
Luhut menegaskan pemerintah tak akan membuat kebijakan lingkungan yang dapat merusak generasi di masa mendatang. Saat ini, pemerintah sudah melakukan moratorium penerbitan izin baru untuk penggunaan lahan sawit.
Apabila ada pelanggaran, maka pengawasan yang akan diperketat. Hal itu didukung dengan Kebijakan Satu Peta.
Sebelumnya, larangan penggunaan minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar ramah lingkungan tertuang dalam rencana kebijakan Delegated Regulation Supplementing Directive of The EU Renewable Energy Directive II (RED II). Dalam rancangan kebijakan tersebut, kelapa sawit dianggap berkontribusi terhadap deforestasi. Luhut mengungkapkan pemerintah tidak ingin ditekan oleh negara lain. Karenanya akan mempertimbangkan segala opsi untuk membatalkan rencana Uni Eropa tersebut. "Terkait keberatan tersebut, dari kacamata kami, (larangan) itu menyangkut nasib dari sekitar 20 juta petani di baik langsung maupun tidak langsung," jelasnya.
Sebagai langkah lanjutan, pemerintah siap membawa isu larangan ini ke pengadilan Uni Eropa (European Court) sebelum menggugat ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) jika rencana larangan tersebut terealisasi. "Kalau ke WTO kan prosesnya bisa bertahun-tahun," katanya.
Selain itu, Indonesia juga bisa saja keluar dari Kesepakatan Iklim Paris jika minyak kelapa sawit Indonesia terus ditekan. Pemerintah bisa mempertimbangkan seberapa besar manfaat pengurangan karbon yang diterima dibandingkan dengan dampak kepada jutaan petani sawit jika aturan RED II dilaksanakan.
Amerika Serikat (AS) saja bisa (keluar) kok, Brazil bisa (keluar), kenapa kita (Indonesia) tidak bisa (keluar)?" tegas Luhut.
Lebih lanjut ia meminta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) khususnya yang terkait lingkungan terpanggil dengan tidak terus-menerus menyudutkan kelapa sawit dengan isu lingkungan. Ia meminta, LSM juga mempertimbangkan nasib jutaan petani dan pekerja yang bergantung pada industri kelapa sawit dan turunannya.
Luhut menegaskan pemerintah tak akan membuat kebijakan lingkungan yang dapat merusak generasi di masa mendatang. Saat ini, pemerintah sudah melakukan moratorium penerbitan izin baru untuk penggunaan lahan sawit.
Apabila ada pelanggaran, maka pengawasan yang akan diperketat. Hal itu didukung dengan Kebijakan Satu Peta.
Demikianlah Artikel Jokowi dan Mahathir Mohammad Surati Uni Eropa Terkait Sawit
Sekian Jokowi dan Mahathir Mohammad Surati Uni Eropa Terkait Sawit, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian postingan kali ini.
Anda sedang membaca artikel Jokowi dan Mahathir Mohammad Surati Uni Eropa Terkait Sawit dan artikel ini url permalinknya adalah https://onlineberita24.blogspot.com/2019/04/jokowi-dan-mahathir-mohammad-surati-uni.html Semoga artikel ini bisa bermanfaat.