Tak Cuma Jokowi, Prabowo Pun Pandang China Penting |
Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais sebagai salah satu pendukung Calon Presiden Prabowo Subianto bersuara lantang terhadap pemerintahan Presiden Jokowi. Suara lantang, salah satunya ia sampaikan saat peluncuran buku berjudul Hijrah: Selamat Tinggal Revolusi Mental, Selamat Datang Revolusi Moral, Jumat (11/1) lalu
Dalam peluncuran buku tersebut, Amien mempertanyakan keberpihakan pemerintahan Jokowi. Ia menuduh, Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi banyak melayani kepentingan asing.
Kepentingan asing yang jelas ia sebut adalah China. Maklum, di era pemerintahan Presiden Jokowi peran China dalam ekonomi Indonesia memang meningkat.
Peningkatan tercermin dari investasi dari China memang meningkat pesat. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada akhir tahun lalu, total investasi asal Negeri Tirai Bambu tersebut mencapai US$2,37 miliar.
Investasi tersebut, meningkat 197 persen jika dibandingkan 2014 yang hanya US$800 juta. Di masa Jokowi, China mendapatkan banyak proyek besar.
Salah satu yang paling terlihat jelas; Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Proyek bernilai investasi sekitar Rp80 triliun tersebut sebenarnya sejak awal diincar Jepang.
Negeri Sakura melalui JICA bahkan telah melakukan studi kelayakan atas proyek tersebut. Mereka juga sudah membuat proposal proyek dan disampaikan ke pemerintah Indonesia.
Salah satu isi proposal berkaitan dengan nilai investasi proyek. Jepang menawarkan proposal dengan nilai investasi sebesar US$6,2 miliar. Tapi, pemerintah akhirnya menyerahkan pengerjaan proyek tersebut kepada China yang menawarkan investasi dengan nilai US$5,5 miliar.
Mereka sesumbar kalau proyek dipegang China bisa rampung 2019. Tapi, sampai saat ini pembangunan proyek malah mundur dari jadwal.
Hingga Februari lalu, tingkat perkembangan proyek ini malah baru mencapai 7 persen dan diharapkan bisa mencapai 60 persen di akhir tahun ini. Meskipun molor dan tak sesuai janji, toh masalah tersebut tidak membuat pemerintahan Jokowi kapok.
Mereka tetap menawarkan proyek besar untuk digarap China. Tawaran proyek terbaru diberikan oleh Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan.
Beberapa waktu lalu, ia mengatakan April ini akan menawarkan 28 proyek bernilai Rp1.296 triliun kepada China. Tawaran akan disampaikan dalam KTT II Belt and Road Initiative atau Jalur Sutra Modern.
Proyek tersebut antara lain, Pelabuhan Hub dan Kawasan Industri Internasional Kuala Tanjung, Kawasan Industri Sei Mangkei dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Sei Mangkei berkapasitas 250 megawatt.
Indonesia sebenarnya tidak sendiri dalam menikmati fasilitas pinjaman dari inisiatif tersebut. Sejumlah negara memanfaatkan tercatat sudah memanfaatkan fasilitas pinjaman dari program tersebut. Negara pertama, Djibouti. Mereka memanfaatkan pinjaman dari program tersebut untuk mendanai pembangunan Bandara Internasional Hassan Gouled Aptidon dengan nilai US$599 juta dan kawasan ekonomi khusus dengan investasi US$3,5 miliar.
Kedua, Ethiopia yang memanfaatkan dana pinjaman program tersebut untuk membangun proyek Addis Ababa light Rail yang menelan dana US$475 juta. Ketiga, Kenya yang memanfaatkan pinjaman untuk proyek Mombasa-Nairobi Standard Gauge Railways dengan nilai investasi US$4,18 miliar.Di Asia, investasi infrastruktur China juga merambah Laos, Malaysia, Pakistan, dan Srilanka. Meskipun demikian, agresifitas pemerintahan Jokowi dalam mengejar investasi China mendapatkan kritik dari kubu Calon Presiden Prabowo Subianto.
Anggota Tim Ekonomi, Penelitian, dan Pengembangan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Harryadin Mahardika mengatakan kritik berkaitan dengan pengalaman buruk yang pernah dialami Indonesia dengan investor China.
Pengalaman buruk tersebut tidak pernah menjadi pelajaran penting bagi pemerintahan Jokowi untuk lebih berhati-hati dengan investor China.
Apalagi, sebelum Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Indonesia juga pernah punya kasus yang tidak mengenakkan dalam pembangunan 35 pembangkit listrik berkapasitas 10 ribu megawatt yang masuk dalam Fast Track Programme Tahap I.
mengatakan kalau calonnya bisa terpilih dalam Pemilihan Presiden 2019 nanti, kebijakan yang selalu menjadikan China sebagai tumpuan pembangunan infrastruktur di Indonesia tersebut akan dikaji lagi.
Kaji ulang, utamanya akan dilakukan terhadap Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Ia menyatakan ada tiga aspek utama yang akan ditinjau ulang dari pelaksanaan proyek tersebut karena pelaksanaannya dinilai janggal. Kejanggalan terlihat dari penentuan pelaksana proyek.
Pasalnya, walau studi kelayakan proyek sudah dibuat lama oleh Jepang, proyek tersebut secara tiba-tiba malah diserahkan kepada China. Kubu oposisi ragu, keputusan tersebut diberikan dengan obyektif.Keraguan didasarkan pada perkembangan proyek hingga saat ini. Mereka menuduh kelambanan proyek disebabkan oleh proposal China yang tidak matang.
Pemerintahan Prabowo kata Harryadin tak mau Kereta Cepat Jakarta-Bandung bernasib sama seperti kereta cepat Taiwan (Taiwan High-Speed Railway) yang harus menelan kerugian karena perencanaan komersial, anggaran, dan operasinya juga tidak mumpuni. "Tentu jika sejak awal studi kelayakan tidak benar, ada kerugian, dan ujung-ujungnya pemerintah harus turun tangan untuk nasionalisasi proyeknya," ujar Harryadin kepada CNNIndonesia.com, Selasa (9/4).
Tak hanya soal kereta cepat, kubu oposisi juga akan menyisir seluruh proyek investasi China yang akan dan sudah beroperasi di Indonesia. Utamanya, terkait dengan penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dan risiko pembiayaan.
Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan 2018 silam, TKA asal China berada di angka 32 ribu atau 33,55 persen dari total TKA di Indonesia 95.335 orang. Keberadaan tenaga kerja tersebut tak lepas dari tingginya pertumbuhan investasi China di Indonesia. Ia mengklaim, investasi China selama ini bersifat turnkey.Investasi tak mempedulikan asal modal dan tenaga kerja. Yang mereka pentingkan, proyek tersebut rampung. Padahal, itu bisa menjadi bumerang bagi Indonesia.
Dari sisi tenaga kerja, ada potensi pekerja domestik akan diabaikan investor asal China, meski kompetensinya sebenarnya sama dengan mereka. Dari sisi permodalan, tentu pemerintah harus hati-hati, jangan sampai banyaknya pinjaman dari China bikin Indonesia didikte dari oleh negara tirai bambu itu. Peringatan diberikan karena data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia Januari lalu, menunjukkan utang asal China ke swasta sudah mencapai US$15,74 miliar atau naik 10,61 persen dari 2018 yang masih US$14,23 miliar.
Tentu semua aspek ini harus diperbaiki dan dipersiapkan langkah antisipasinya. Kalau China menolak langkah antisipasi yang disiapkan pemerintah nanti, maka ketika Pak Prabowo jadi presiden, kerja sama dengan China harus dibatalkan. Kami akan ambil jalan seperti Malaysia yang membatalkan proyek dengan China di kereta cepat, dan menggantinya dengan negara lain," imbuh dia.
Harryadin yakin pertumbuhan realisasi investasi tetap bisa moncer dan menopang pertumbuhan ekonomi. Walau memang, harus diakui data BKPM menunjukkan China sebagai salah satu kontributor utama Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia. Dengan nilai US$2,37 miliar di tahun lalu, artinya China menyumbang 8,08 persen dari total PMA di indonesia yang mencapai US$29,31 miliar.Agar lebih berhati-hati, Prabowo berencana merundingkan seluruh komitmen investasi China dengan rakyat. Termasuk, wacana investasi di program Belt and Road Initiative.
"Tentu kami akan berunding dengan rakyat dan melalui legislatif. Belt and Road Initiative ini harus bisa melindungi kepentingan dalam negeri, seperti sistem logistik dan manufaktur. Apakah Pak Prabowo setuju dengan ini, tentu nanti akan diputuskan," ungkap dia.
Namun kemungkinan besar upaya perundingan yang dijanjikan tidak akan mudah. Pasalnya Wakil Ketua Badan Pemenangan Prabowo-Sandi, Ahmad Muzani pernah mengatakan China sangat penting bagi Indonesia.
Dari dulu katanya, China menjadi faktor penting bagi pembangunan Indonesia. "China itu sesuatu yang tidak bisa dinafikan," katanya.
Calon Presiden Prabowo pun usai menghadiri Hari Kemerdekaan ke-69 China di Ballroom Shangrilla Hotel September 2018 lalu mengakui peran penting China. Dia karena itu mengatakan akan terus menjalin hubungan baik dengan China.
Seperti dikutip dari Antara, Prabowo mengatakan Indonesia harus meningkatkan hubungan baik dan saling membantu dengan China.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Zulfikar Rakhmat mengatakan kalau memang pemerintah ingin tetap mempertahankan hubungan baik dengan China dalam bidang investasi, mereka tidak boleh menerima saja apa yang diinginkan China.
Walau berat pemerintah memang harus berani bernegosiasi ulang dengan China terkait proyek dan investasi yang mereka lakukan di Indonesia. Negosiasi pertama yang harus dilakukan adalah sektor investasi. Di dalam Belt and Road Initiative, pemerintah hanya menawarkan sektor infrastruktur.
Seharusnya, pemerintah juga menawarkan sektor lain seperti, agrikultur dan industri manufaktur yang bisa menghasilkan produk ekspor. Dalam negosiasi, Indonesia harus berani mencontoh Australia.
Mereka berhasil menggaet investasi industri makanan dan minuman sehingga ekspornya meroket dengan cepat. Negosiasi kedua, soal penggunaan tenaga kerja asing.
Menurutnya, penggunaan TKA adalah hal lumrah bagi pemodal asing. Namun bagi perusahaan China, menggunakan TKA dianggap sebagai efisiensi biaya ketimbang mempekerjakan tenaga lokal.
Pasalnya, kalau menggunakan tenaga lokal mereka harus mengeluarkan biaya pelatihan. Zulfikar mengatakan dalam bernegosiasi soal penggunaan TKA ini Indonesia harus mencontoh kebijakan di negara Timur Tengah.
Mereka tegas dengan investasi asal China. Di Qatar dan Arab Saudi, posisi manajerial dan direksi perusahaan China harus diisi oleh pekerja lokal.
Perusahaan China juga diharuskan bermitra dengan perusahaan lokal, karena mayoritas hasil produksinya dipasarkan untuk kepentingan dalam negeri.
Ia mengatakan Indonesia tidak perlu ragu dan takut dalam bernegosiasi. Saat ini, posisi Indonesia dipandang penting oleh China karena membuka akses ke pasar yang luas ke negara lain.
"Makanya betul bahwa investasi China perlu dikaji ulang. Pemerintah harus paham bahwa Indonesia punya bargaining dengan China. Kalau melihat peta jalan sutera yang ingin dibangun China, ternyata ini melewati Jakarta. Kalau tidak ada Jakarta, maka jalan sutra tidak akan jadi," pungkasnya.
Dalam peluncuran buku tersebut, Amien mempertanyakan keberpihakan pemerintahan Jokowi. Ia menuduh, Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi banyak melayani kepentingan asing.
Kepentingan asing yang jelas ia sebut adalah China. Maklum, di era pemerintahan Presiden Jokowi peran China dalam ekonomi Indonesia memang meningkat.
Peningkatan tercermin dari investasi dari China memang meningkat pesat. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada akhir tahun lalu, total investasi asal Negeri Tirai Bambu tersebut mencapai US$2,37 miliar.
Investasi tersebut, meningkat 197 persen jika dibandingkan 2014 yang hanya US$800 juta. Di masa Jokowi, China mendapatkan banyak proyek besar.
Salah satu yang paling terlihat jelas; Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Proyek bernilai investasi sekitar Rp80 triliun tersebut sebenarnya sejak awal diincar Jepang.
Negeri Sakura melalui JICA bahkan telah melakukan studi kelayakan atas proyek tersebut. Mereka juga sudah membuat proposal proyek dan disampaikan ke pemerintah Indonesia.
Salah satu isi proposal berkaitan dengan nilai investasi proyek. Jepang menawarkan proposal dengan nilai investasi sebesar US$6,2 miliar. Tapi, pemerintah akhirnya menyerahkan pengerjaan proyek tersebut kepada China yang menawarkan investasi dengan nilai US$5,5 miliar.
Mereka sesumbar kalau proyek dipegang China bisa rampung 2019. Tapi, sampai saat ini pembangunan proyek malah mundur dari jadwal.
Hingga Februari lalu, tingkat perkembangan proyek ini malah baru mencapai 7 persen dan diharapkan bisa mencapai 60 persen di akhir tahun ini. Meskipun molor dan tak sesuai janji, toh masalah tersebut tidak membuat pemerintahan Jokowi kapok.
Mereka tetap menawarkan proyek besar untuk digarap China. Tawaran proyek terbaru diberikan oleh Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan.
Beberapa waktu lalu, ia mengatakan April ini akan menawarkan 28 proyek bernilai Rp1.296 triliun kepada China. Tawaran akan disampaikan dalam KTT II Belt and Road Initiative atau Jalur Sutra Modern.
Proyek tersebut antara lain, Pelabuhan Hub dan Kawasan Industri Internasional Kuala Tanjung, Kawasan Industri Sei Mangkei dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Sei Mangkei berkapasitas 250 megawatt.
Indonesia sebenarnya tidak sendiri dalam menikmati fasilitas pinjaman dari inisiatif tersebut. Sejumlah negara memanfaatkan tercatat sudah memanfaatkan fasilitas pinjaman dari program tersebut. Negara pertama, Djibouti. Mereka memanfaatkan pinjaman dari program tersebut untuk mendanai pembangunan Bandara Internasional Hassan Gouled Aptidon dengan nilai US$599 juta dan kawasan ekonomi khusus dengan investasi US$3,5 miliar.
Kedua, Ethiopia yang memanfaatkan dana pinjaman program tersebut untuk membangun proyek Addis Ababa light Rail yang menelan dana US$475 juta. Ketiga, Kenya yang memanfaatkan pinjaman untuk proyek Mombasa-Nairobi Standard Gauge Railways dengan nilai investasi US$4,18 miliar.Di Asia, investasi infrastruktur China juga merambah Laos, Malaysia, Pakistan, dan Srilanka. Meskipun demikian, agresifitas pemerintahan Jokowi dalam mengejar investasi China mendapatkan kritik dari kubu Calon Presiden Prabowo Subianto.
Anggota Tim Ekonomi, Penelitian, dan Pengembangan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Harryadin Mahardika mengatakan kritik berkaitan dengan pengalaman buruk yang pernah dialami Indonesia dengan investor China.
Pengalaman buruk tersebut tidak pernah menjadi pelajaran penting bagi pemerintahan Jokowi untuk lebih berhati-hati dengan investor China.
Apalagi, sebelum Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Indonesia juga pernah punya kasus yang tidak mengenakkan dalam pembangunan 35 pembangkit listrik berkapasitas 10 ribu megawatt yang masuk dalam Fast Track Programme Tahap I.
mengatakan kalau calonnya bisa terpilih dalam Pemilihan Presiden 2019 nanti, kebijakan yang selalu menjadikan China sebagai tumpuan pembangunan infrastruktur di Indonesia tersebut akan dikaji lagi.
Kaji ulang, utamanya akan dilakukan terhadap Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Ia menyatakan ada tiga aspek utama yang akan ditinjau ulang dari pelaksanaan proyek tersebut karena pelaksanaannya dinilai janggal. Kejanggalan terlihat dari penentuan pelaksana proyek.
Pasalnya, walau studi kelayakan proyek sudah dibuat lama oleh Jepang, proyek tersebut secara tiba-tiba malah diserahkan kepada China. Kubu oposisi ragu, keputusan tersebut diberikan dengan obyektif.Keraguan didasarkan pada perkembangan proyek hingga saat ini. Mereka menuduh kelambanan proyek disebabkan oleh proposal China yang tidak matang.
Pemerintahan Prabowo kata Harryadin tak mau Kereta Cepat Jakarta-Bandung bernasib sama seperti kereta cepat Taiwan (Taiwan High-Speed Railway) yang harus menelan kerugian karena perencanaan komersial, anggaran, dan operasinya juga tidak mumpuni. "Tentu jika sejak awal studi kelayakan tidak benar, ada kerugian, dan ujung-ujungnya pemerintah harus turun tangan untuk nasionalisasi proyeknya," ujar Harryadin kepada CNNIndonesia.com, Selasa (9/4).
Tak hanya soal kereta cepat, kubu oposisi juga akan menyisir seluruh proyek investasi China yang akan dan sudah beroperasi di Indonesia. Utamanya, terkait dengan penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dan risiko pembiayaan.
Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan 2018 silam, TKA asal China berada di angka 32 ribu atau 33,55 persen dari total TKA di Indonesia 95.335 orang. Keberadaan tenaga kerja tersebut tak lepas dari tingginya pertumbuhan investasi China di Indonesia. Ia mengklaim, investasi China selama ini bersifat turnkey.Investasi tak mempedulikan asal modal dan tenaga kerja. Yang mereka pentingkan, proyek tersebut rampung. Padahal, itu bisa menjadi bumerang bagi Indonesia.
Dari sisi tenaga kerja, ada potensi pekerja domestik akan diabaikan investor asal China, meski kompetensinya sebenarnya sama dengan mereka. Dari sisi permodalan, tentu pemerintah harus hati-hati, jangan sampai banyaknya pinjaman dari China bikin Indonesia didikte dari oleh negara tirai bambu itu. Peringatan diberikan karena data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia Januari lalu, menunjukkan utang asal China ke swasta sudah mencapai US$15,74 miliar atau naik 10,61 persen dari 2018 yang masih US$14,23 miliar.
Tentu semua aspek ini harus diperbaiki dan dipersiapkan langkah antisipasinya. Kalau China menolak langkah antisipasi yang disiapkan pemerintah nanti, maka ketika Pak Prabowo jadi presiden, kerja sama dengan China harus dibatalkan. Kami akan ambil jalan seperti Malaysia yang membatalkan proyek dengan China di kereta cepat, dan menggantinya dengan negara lain," imbuh dia.
Harryadin yakin pertumbuhan realisasi investasi tetap bisa moncer dan menopang pertumbuhan ekonomi. Walau memang, harus diakui data BKPM menunjukkan China sebagai salah satu kontributor utama Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia. Dengan nilai US$2,37 miliar di tahun lalu, artinya China menyumbang 8,08 persen dari total PMA di indonesia yang mencapai US$29,31 miliar.Agar lebih berhati-hati, Prabowo berencana merundingkan seluruh komitmen investasi China dengan rakyat. Termasuk, wacana investasi di program Belt and Road Initiative.
"Tentu kami akan berunding dengan rakyat dan melalui legislatif. Belt and Road Initiative ini harus bisa melindungi kepentingan dalam negeri, seperti sistem logistik dan manufaktur. Apakah Pak Prabowo setuju dengan ini, tentu nanti akan diputuskan," ungkap dia.
Namun kemungkinan besar upaya perundingan yang dijanjikan tidak akan mudah. Pasalnya Wakil Ketua Badan Pemenangan Prabowo-Sandi, Ahmad Muzani pernah mengatakan China sangat penting bagi Indonesia.
Dari dulu katanya, China menjadi faktor penting bagi pembangunan Indonesia. "China itu sesuatu yang tidak bisa dinafikan," katanya.
Calon Presiden Prabowo pun usai menghadiri Hari Kemerdekaan ke-69 China di Ballroom Shangrilla Hotel September 2018 lalu mengakui peran penting China. Dia karena itu mengatakan akan terus menjalin hubungan baik dengan China.
Seperti dikutip dari Antara, Prabowo mengatakan Indonesia harus meningkatkan hubungan baik dan saling membantu dengan China.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Zulfikar Rakhmat mengatakan kalau memang pemerintah ingin tetap mempertahankan hubungan baik dengan China dalam bidang investasi, mereka tidak boleh menerima saja apa yang diinginkan China.
Walau berat pemerintah memang harus berani bernegosiasi ulang dengan China terkait proyek dan investasi yang mereka lakukan di Indonesia. Negosiasi pertama yang harus dilakukan adalah sektor investasi. Di dalam Belt and Road Initiative, pemerintah hanya menawarkan sektor infrastruktur.
Seharusnya, pemerintah juga menawarkan sektor lain seperti, agrikultur dan industri manufaktur yang bisa menghasilkan produk ekspor. Dalam negosiasi, Indonesia harus berani mencontoh Australia.
Mereka berhasil menggaet investasi industri makanan dan minuman sehingga ekspornya meroket dengan cepat. Negosiasi kedua, soal penggunaan tenaga kerja asing.
Menurutnya, penggunaan TKA adalah hal lumrah bagi pemodal asing. Namun bagi perusahaan China, menggunakan TKA dianggap sebagai efisiensi biaya ketimbang mempekerjakan tenaga lokal.
Pasalnya, kalau menggunakan tenaga lokal mereka harus mengeluarkan biaya pelatihan. Zulfikar mengatakan dalam bernegosiasi soal penggunaan TKA ini Indonesia harus mencontoh kebijakan di negara Timur Tengah.
Mereka tegas dengan investasi asal China. Di Qatar dan Arab Saudi, posisi manajerial dan direksi perusahaan China harus diisi oleh pekerja lokal.
Perusahaan China juga diharuskan bermitra dengan perusahaan lokal, karena mayoritas hasil produksinya dipasarkan untuk kepentingan dalam negeri.
Ia mengatakan Indonesia tidak perlu ragu dan takut dalam bernegosiasi. Saat ini, posisi Indonesia dipandang penting oleh China karena membuka akses ke pasar yang luas ke negara lain.
"Makanya betul bahwa investasi China perlu dikaji ulang. Pemerintah harus paham bahwa Indonesia punya bargaining dengan China. Kalau melihat peta jalan sutera yang ingin dibangun China, ternyata ini melewati Jakarta. Kalau tidak ada Jakarta, maka jalan sutra tidak akan jadi," pungkasnya.
Demikianlah Artikel Tak Cuma Jokowi, Prabowo Pun Pandang China Penting
Sekian Tak Cuma Jokowi, Prabowo Pun Pandang China Penting, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian postingan kali ini.
Anda sedang membaca artikel Tak Cuma Jokowi, Prabowo Pun Pandang China Penting dan artikel ini url permalinknya adalah https://onlineberita24.blogspot.com/2019/04/tak-cuma-jokowi-prabowo-pun-pandang.html Semoga artikel ini bisa bermanfaat.